Sikap generasi muda saat ini seperti yang telah kita ketahui, banyak generasi muda yang lebih suka dan bangga menggunakan bahasa asing atau bahasa gaul. Hal ini menyebabkan rasa cinta tanah air kita berkurang, karena bahasa Indonesia yang baik dan benar telah diubah menjadi bahasa gaul untuk berkomunikasi sehari-hari. Penggunaan bahasa Indonesia juga semakin tergeser oleh penggunaan bahasa asing di negara kita, padahal penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar merupakan wujud rasa cinta tanah air kita. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional di negara Indonesia
Tidak hanya bahasa Indonesia yang tinggalkan Generasi muda saat ini,generasi muda juga sudah mulai malu menggunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari, meski lawan bicaranya berasal dari suku atau etnis yang sama.ini bisa mengakibatkan keruntuhan bangsa Indonesia dalam segi bahasaStaf Peneliti Balai Bahasa Medan, Anharuddin Hutasuhut, di Medan, Senin, mengatakan, rasa malu berlebihan dalam menggunakan bahasa sendiri justru mencerminkan sikap masa bodoh yang bisa melunturkan kesetiaan, kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa sendiri.
Menurut dia, dari semua aspek kehidupan manusia, bahasa merupakan aspek yang paling penting, karena dengan bahasa manusia berkomunikasi, menciptakan keindahan, menyatakan perasaan-perasaan sekaligus menjadi alat untuk menyampaikan pengetahuan.
Apa yang akan terjadi dalam kurun waktu yang panjang itu mengenai perkembangan bahasa Indonesia?
Tidak dipungkiri bahwa bahasa Indonesia sebagai organism yang hidup, tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun, pertumbuh kembangnya itulah yang mengantar dilema seiring keterbukaan komunikasi yang ditopang oleh kepesatan teknologikomunikasi itu sendiri. Seyogianya keterbukaan komunikasi dan kepesatan teknologi mendorong perkembangan Bahasa Indonesia yang bermartabat, berharkat dan terjunjung tinggi
Tetapi apa? Bahasa Indonesia tergiring menjadi tumbuh liar, tanpa arah yang rentan dan rawan bagi ahli waris generasi 1928. Salah satu pemicunya adalah penggunaan Bahasa Indonesia melalui siaran, baik melalui media radio maupun media televisi. Memang untuk mewujudkan Bahasa Siaran yang standar atau baku seperti mengharapkan limau berduri, karena kemajemukan bangsa Indonesia dan keberagaman dialek Nusantara. Bangsa-bangsa yang sudah maju saja seperti Inggris, Prancis dan Belanda memerlukan waktu yang cukup panjang dalam menetapkan bahasa lisan baku yang menjadikan lembaga penyiarannya sebagai modal. Konon pula bangsa kita yang sudah 63 tahun merdeka, tetapi sampai kini belum mampu menghasilkan undang-undang kebahasaannya. Karena itulah bahwa kita tumbuh liar terperangkap pada budaya pop dan budaya instan yang globalistis yang maunya serba gampang. Dampaknya Bahasa Indonesia menjadi “terpinggirkan”, kehilangan penghargaan dan apresiasi terutama dari generasi muda. Diperparah lagi dengan kebijakan pendidikan kita yang membuka kelas-kelas internasional di sekolah-sekolah nasional dengan enjadikan Bahasa Inggris sebagai berhala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar